Sabtu, 20 Oktober 2012
BEGINILAH RINDU KUBAKUKAN
“Yang tersisa, mungkin
hanya rindu yang mengulum waras logika. Ada padamu, kunanti sekaligus kubenci”
– Moammar Emka (no.27 hal 50)
“Masihku di sini-sendiri. Menurut bilur-bilur rindu yang tertinggal. Ada
padamu, pasti! Dan kuingkari.” – Moammar Emka (no.29 hal.51)
“TUHAN, TEMANIKU DALAM GELISAH INI. ITU SAJA.” – Moammar Emka (hal.52)
“Rindu kesumat. Merajalela di batas angkuh yang mengunci bibir untuk
bertanya tentangmu. Apakah kau mengecap rasa yang sama? Andai saja.” – Moammar
Emka (no.32 hal.53)
“Meredam kata-kata. Kusapih rindu untuk sementara. Mengendapkannya dalam
diam, menunggu perjumpaan menurut nyata. Lalu, menumpahkannya tanpa sisa.” –
Moammar Emka (no.37 hal.54)
“Bertahan dalam diam. Membiarkan rindu itu memungut indah dalam
kesakitannya. Aku rela.” – Moammar Emka (no.39 hal.55)
“Dalam sadarku, telah kusunting luka. Dalam takutku, berlariku menjauh
darimu. Dalam lukaku, ada rindu yang tak padam – untukmu juga.” – Moammar Emka
(no.40 hal.55)
Dear you,
Jika Itu Cinta,
Usahlah Ditanya
Lebih karena mencintaimu adalah karunia, aku pun memutuskan untuk tidak
mengacuhkan seribu tanya mengapa kemudian memilihmu.
Toh tak ada jawaban yang tepat untuk setiap langkah kakiku yang merindu
pulang menuju dirimu. Juga tak ada alasan pasti mengapa aku selalu ingin rebah
manja di dadamu. Sudah lama aku berhenti bertanya, berhenti menjawab. Karena
semua itu hanya akan membuatku meragu. – Moammar Emka (no.41 hal.56)
“Rindu yang tertanam, bukan pura-pura. Tinggal tunggu waktu saja
meluapkannya tanpa sisa, di dekatmu.” – Moammar Emka (no.43 hal.57)
“Rindu dan kamu itu seperti angin. Tak bisa kulihat, tapi kurasakan
kehangatan juga kegelisahannya.” – Moammar Emka (no.53 hal.61)
“Membunuh rindu jelas bukan pilihan. Sama saja memutuskan jembatan menuju
kebahagiaan bersamamu.” – Moammar Emka (no.60 hal.63)
“Lagi. Ketika diam menengahi langit, ketika kosong hati meliat raga dan pikiran,
rindu itu menggugat,lagi.” – Moammar Emka (no.70 hal.65)
Jika boleh memilih, aku membutuhkan rindu sebagai kata keramat yang ingin
kudengar dari bibirmu, setiap hari. Seperti berpuluh malam yang kita pahat
dengan napas surgawi. Seperti berpuluh mimpi yang kita hias dengan warna
pelangi. – Moammar Emka (no.71 hal.66)
“Karena kata hanya perantara, tak bisa seutuhnya. Biarkan rasa yang bicara
dari kediamannya, detik ini. Masih. Rindu ini, untukmu.” – Moammar Emka (no.73
hal.67)
“Aku telah jatuh menelan rindu ini. Terlalu sakit, memang. Tapi aku tak
jera untuk terus berada dalam jerat kesakitan ini.” – Moammar Emka (no.94
hal.72)
by:
Label: buku, gallery photos, ocin oktin
0 Comments:
Langganan:
Posting Komentar (Atom)