Kamis, 14 Juni 2012

“What we see, we feel it exists, and what we can’t see, we feel it isn’t exists. But, sometimes, what we see isn’t true. And what isn’t visible is true…”
Dikisahkan dalam film garapan Aamir Khan Production, Taare Zameen Par —seorang anak bernama Ishaan Anand Kishor Awasthi, putra kedua dari sepasang suami istri. Sang ayah sibuk bekerja, sementara ibunya adalah ibu rumah tangga yang cekatan.
Ishaan tumbuh menjadi anak yang ‘dianggap’ berbeda dari sang kakak, Yohan. Yohan selalu mendapatkan nilai terbaik di kelasnya, sementara Ishaan…mengerjakan apa yang diperintahkan oleh gurunya pun merupakan bencana besar baginya.
Dari sekolahnya yang asal, Ishaan dipindahkan ke sebuah sekolah dengan sistem asrama, New Era School. Di sekolah yang baru ini, disiplin sangat ditekankan.
Dipindah dari sekolah asal pun ternyata tak membawa perubahan apapun pada diri Ishaan. Bahkan Ishaan semakin ketakutan karena ketidakmampuannya membaca dan menulis yang tidak juga dipahami oleh para guru sebagai sesuatu yang ‘perlu ditangani secara khusus’. Ya. Para guru lebih sering menganggap Ishaan adalah murid yang pemalas dan nakal.
Setelah beberapa minggu mengalami ‘tekanan batin’ karena semua kata-kata guru yang sangat tidak memotivasi dan mengatainya ‘idiot’, datanglah seorang guru kesenian baru bernama Ram Shankar Nikumbh. Rajan, teman dekat Ishaan sempat menyatakan harapannya, semoga guru baru tersebut membawa sesuatu yang berbeda, dan lebih baik dibanding guru sebelumnya.
Dan benar, Ram memang guru yang sangat berbeda, bahkan dari guru-guru mata pelajaran yang lain. Ram menerapkan sistem belajar dengan menciptakan iklim yang kondusif, nyaman, dan ceria. Tidak ada cacian, hinaan…. Yang ada hanya dukungan dan kasih sayang.
Akhirnya, Ram melihat keanehan pada satu siswanya, yaitu Ishaan. Ishaan yang tetap duduk mematung dan tanpa ekspresi ketika Ram menyuruh kelas untuk menggambar apapun yang mereka inginkan. Bahkan menjelang akhir jam pelajaran, Ishaan tidak menggambar apapun. Dan puncaknya, suatu hari Ram melihat tatapan mata Ishaan yang seperti ketakutan. Sejak itulah Ram mencari semua data tentang Ishaan, baik dari keluhan guru-guru lain maupun dari data tertulis; buku tulisnya.
Dan sebuah pola aneh terpampang di atas semua buku tulis Ishaan. Dari huruf yang terbalik, ejaan yang terbalik, dan segala hal mengenai huruf dan kata yang ‘tidak wajar’. Maka, Ram segera dapat menyimpulkan bahwa Ishaan mengalami dyslexia.
Dyslexia adalah sebuah kondisi ketidakmampuan belajar pada seseorang yang disebabkan oleh kesulitan pada orang tersebut dalam melakukan aktivitas membaca dan menulis. Pada umumnya keterbatasan ini hanya ditujukan pada kesulitan seseorang dalam membaca dan menulis, akan tetapi tidak terbatas dalam perkembangan kemampuan standar yang lain seperti kecerdasan, kemampuan menganalisa dan juga daya sensorik pada indera perasa.
Kemudian, setelah mencoba meyakinkan diri tentang keadaan Ishaan, Ram pergi menemui keluarga Ishaan. Dari keterangan Yohan, Ram semakin yakin akan diagnosis pribadinya, dimana Ishaan juga mengalami keterlambatan ketika harus menganalisa suatu kondisi dalam waktu berurutan atau bersamaan.
Keluarga Ishaan amat terkejut. Ada rasa bersalah, bercampur dengan rasa malu karena selama ini mereka tidak menyadari kondisi Ishaan. Terlebih sang ayah yang lebih terlihat sebagai penuntut dibanding pendukung.
Setelah mendapatkan cukup informasi, termasuk Ishaan yang ternyata hobi menggambar, maka Ram pun segera menemui sang kepala sekolah untuk meminta izin menangani Ishaan 2-3 jam tiap minggu. Ram ingin Ishaan dapat diterima seperti anak-anak lain dan melewati masa kanak-kanaknya dengan bahagia. Ya. Anak itu baru 9 tahun….
Maka, dimulailah perjuangan Ram mengajari Ishaan untuk lebih mengenal huruf, merangkai kata, membaca. Ram mengajari dengan penuh kesabaran, kasih sayang, penuh senyum, penuh canda. Perlahan tapi pasti, Ishaan membawa perubahan yang tidak main-main.
Ketika sang ayah datang untuk menemui Ram, sekadar menjelaskan bahwa dirinya peduli pada keadaan putra bungsunya dengan mencari segala data dan informasi mengenai disleksia dengan browsing di internet, Ram mengatakan bahwa selama ini sang ayah tidak cukup untuk dikatakan ‘peduli’. Sang ayah yang hanya berteriak keras memarahi, menuntut, bahkan tidak pernah membiarkan Ishaan menyandarkan semua ketakutannya pada sang ayah, itu tidak dapat dikatakan sebagai seorang ayah yang peduli.
Sebelum sang ayah meninggalkan ruangan, Ram mengatakan, “Tuan Awasti, pernahkah kau dan istrimu membaca tentang Pulau Solomon di internet? Untuk membuka lahan pertanian, mereka tidak menebangi pohon-pohon yang ada. Sebagai gantinya, mereka berdiri di sekitar pohon dan mulai meneriaki pohon-pohon itu, menyumpah-serapahi mereka. Dalam beberapa hari, pohon-pohon itu mulai melemah. Dan mati dengan sendirinya…”
Karena rasa malunya, sang ayah segera meninggalkan ruangan Ram. Air matanya tak tertahan ketika dilihatnya Ishaan sedang berusaha mengeja artikel di sebuah papan.
Di akhir cerita dikisahkan, dalam lomba melukis yang diikuti oleh seluruh elemen New Era School dengan juri independen, lukisan Ishaan keluar sebagai juara pertama dan berhak menjadi sampul majalah sekolah.
Maka tangis haru pun pecah antara Ishaan dan Ram. Ishaan tak kuasa menahan jerit bahagia dalam pelukan Ram.
Dan ketika tiba saatnya terima raport, kedua orang tua Ishaan terkejut sekaligus bahagia mengetahui betapa perkembangan Ishaan begitu pesat. Ya. Anak yang selama ini mereka ragukan masa depannya….

Jika dikaitkan dengan teori development task dari Erik Erikson, maka anak usia sekolah, dengan usia antara 6 hingga 12 tahun akan mengembangkan sikap industry vs inferiority. Jika seorang anak mendapatkan cukup dukungan dalam tugas perkembangannya, baik dari keluarga maupun lingkungan, maka dia akan mengembangkan karakter industry. Namun, jika anak tidak mendapatkan penerimaan dan dukungan yang cukup, maka dia akan cenderung mengembangkan inferiority yang jelas akan berpengaruh pada self-esteem dan kompetensinya.
Seperti pesan yang disampaikan dalam film ini, bahwa setiap anak adalah istimewa. Mereka punya dunia mereka sendiri, kemampuan, minat, dan bakat mereka sendiri. Mereka punya impian mereka sendiri. Dan mereka punya diri mereka yang harus dihargai. Karena setiap anak berhak mendapatkan dukungan dari orang-orang terdekatnya, dari lingkungan di mana dia berada. Karena setiap anak berhak tumbuh dengan bahagia….

0 Comments:

Post a Comment